Menangkap Sudut Fantasi di Dua Wajah Berbeda
Restu Bumi Art Space mengadakan
pembukaan pameran duet antara Nyoman Gede Darmawan (Kuek) dan Nyoman Suarnata
pada Minggu, 20 Januari 2019 yang dibuka oleh Anak Agung Gede Rai. Kedua pelukis yang berpameran ini menggunakan fantasi sebagai kekuatan utama dalam melahirkan karya. Kuek, memanfaatkan fantasi tentang insting alamiah manusia
untuk bersetubuh menjadi isu utama dalam karyanya. Isu-isu yang ingin
dimunculkan bukan isu-isu persetubuhan yang pada umumnya berkembang dalam
masyarakat, yang kerap kali menganggap persetubuhan merupakan sesuatu yang hanya bertujuan untuk
mencapai kenikmatan indria, bahkan sering diremehkan dan dianggap sebagai
bentuk eksplorasi kesenangan semata. Ia mengangkat tema yang lebih dalam dan
lebih 'intim' mengenai isu persetubuhan, menggali makna yang lebih dalam pada kejadian
paling ‘intim’ ketika bersetubuh. Bagi Kuek, bersetubuh merupakan momen sakral
yang bersifat meditatif, dimana dalam proses persetubuhan tersebut, tidak hanya
terjadi penetrasi penis dalam vagina namun melibatkan fokus tinggi dan
penyatuan pikiran. “Dari fokus dan penyatuan pikiran tersebut, kenikmatan akan
perasaan muncul”, paparnya. Esensi lebih jauh dari penggambaran isu seksualitas
yang mengarah pada proses meditatif adalah bahwa dalam persetubuhan terjadi
pertukaran energi esensial (dasar) yang dibawa oleh tiap manusia. Tentang
kerelaan dan kepercayaan untuk membagikan energi paling kuat dan sakral kepada
pasangan yang telah dipilih menjadi pendampingnya.
Isu yang disampaikan melalui
karyanya divisualkan dengan teknik tradisi pengosekan. Secara garis besar, tiap
lukisan yang dipamerkan menggambarkan 2 sosok manusia berbeda kelamin yang
sedang menikmati persetubuhannya, yang digambarkan dengan cara yang tidak
monoton dan sangat imajinatif. Beberapa karya berlatar belakang ruang angkasa,
atau hutan, yang menurut saya gambaran ruang angkasa digunakan untuk menggambarkan
kemegahan proses keintiman yang sedang berlangsung, sedangkan hutan digunakan
untuk menggabarkan kesunyian, kesakralan, dan privasi yang terjaga.
Karya Nyoman Gede Darmawan (Kuek)
Teknik tradisi yang digunakannya
menghasilkan karya yang dominan berwarna gelap, namun mampu diseimbangkan
dengan beberapa warna terang yang menjadi pusat pesona pandang. Beberapa
lukisan juga mengandung warna lain yang berpadu. Meski tidak dibuat terlalu
kontras, namun terasa sangat berjiwa. Ia juga menambahkan beberapa unsur lain
seperti bentuk-bentuk binatang atau raksasa (rangda) sebagai penggambaran suatu
simbol yang ingin ditonjolkan dalam makna masing-masing lukisannya.
Berbeda dengan Kuek, Nyoman Suarnata tidak mengangkat
fantasi-fantasi yang terhubung secara langsung dengan kebutuhan alamiah
manusia. Karyanya berfokus pada respon yang ia dapat mengenai isu-isu sosial,
dengan karakter utama dalam lukisannya
adalah bentuk binatang. Namun meski begitu, keliaran fantasinya terletak pada
proses menghasilkan karya. Suarnata mengaku bahwa ketika ia sedang membuat
suatu karya, ia memasrahkan hasilnya pada kondisi fantasi imajinatif yang ia
rasakan saat itu juga. Tidak menekankan pada konsep dan hasil akhir yang baku,
namun tetap menghasilkan karya yang mengandung isu. “Saya tidak pernah tahu
secara jelas akan seperti apa hasil akhir dari karya saya, hanya mengalir
mengikuti kehendak pikiran”, paparnya.
(Karya Nyoman Suarnata)
Ia membalut karyanya dengan
teknik drawing. Susanta, selaku kurator karya, menjelaskan bahwa secara
tematik, karya Darmawan menghadirkan eksplorasi visual terhadap sosok binatang
dalam rangka penghadirkan berbagai persoalan yang ingin ia sampaikan mulai dari
tema sosial, politik, gaya hidup, budaya konsumsi dan lain sebagainya.
Pameran ini akan berlangsung
hingga 2 Februari 2019. Jadi, masih ada kesempatan untuk menikmati secara
langsung karya visual dua seniman ini.
Leave a Comment